June 10, 2012

Mengapa Gurame Menjadi Ikan Yang Mahal ?

1 komentar
ikan gurame

Di Bekasi, Depok, Bogor dan Tangerang, masih banyak kita jumpai empang ikan yang penuh dengan daun talas. Itulah ciri khas empang ikan gurami (Osphromenus olfax). Seperti halnya ikan nila (Tilapia nilotica) dan mujair (Tilapia musambica), gurami merupakan ikan herbifora yang makan plankton dan daun-daunan. Salah satu daun kesukaan gurami adalah daun keladi dan daun talas, terutama talas sente. Di antara ikan air tawar yang disajikan di rumah makan, yang memegang rekor harga paling tinggi adalah gurami, yakni Rp 50.000,- per kg. di tingkat peternak. Ikan mas, lele, nila, mujair, bawal dan patin harganya di bawah Rp30.000,- per kg di tingkat konsumen. Yang dapat menyamai harga gurami adalah ikan gabus Rp 50.000,- per kg dan ikan betutu yang sampai diatas Rp 70.000,-per kg. Tetapi gabus tidak biasa disajikan sebagai ikan konsumsi di restoran, melainkan sebagai ikan asin. Sementara betutu hanya bisa dijumpai di restoran-restoran papan atas dengan volume yang sangat terbatas.

Penyebab utama gurami menjadi ikan mahal, adalah permintaan yang selalu lebih tinggi dari pasokan. Orang senang dengan gurami karena tekstur dan rasa dagingnya yang lembut dan lezat. Pada jaringan dagingnya juga tidak terdapat duri-duri halus seperti halnya ikan mas dan bawal air tawar. Selain itu, rongga perut ikan ini sangat kecil dibanding ikan air tawar lain. Kelemahan gurami adalah, pertumbuhannya yang lamban. Benih gurami ukuran burayak, kebul sampai putihan, dulunya dibesarkan oleh para peternak ikan tradisional dengan pakan plankton dan larva serangga. Dengan cara ini pembesaran burayak gurami sampai menjadi putihan untuk ditebar di kolam pembesaran, akan makan waktu hampir satu tahun. Kemudian dengan pakan daun talas, pembesaran putihan ukuran 5 cm. sampai menjadi ikan konsumsi bobot 0,5 kg, diperlukan waktu lebih dari 1 tahun. Hingga untuk menghasilkan gurami konsumsi bobot 0,5 kg, diperlukan waktu sekitar 2 tahun sejak pembenihan, sungguh waktu yang sangat lama.

Selain itu gurami juga tidak bisa dipelihara dengan kepadatan penebaran yang tinggi. Ikan mas, nila, lele (dumbo) dan patin, selalu dipelihara dengan tingkat kepadatan tinggi. Untuk mengatasi kendala ketersediaan oksigen dan tercemarnya air oleh kotoran serta sisa pakan, pemeliharan ikan-ikan konsumsi tersebut dilakukan dalam kolam air deras atau dalam karamba. Baik kolam air deras maupun karamba, memungkinkan ketersediaan oksigen secara penuh. Hingga padat penebaran bisa ditingkatkan sampai beberapakali lipat. Pada kolam air deras, kotoran dan sisa pakan akan langsung hanyut terbawa aliran air. Sementara pada karamba, sisa pakan dan kotoran akan langsung jatuh ke dasar parairan. Dengan pola pemeliharaan seperti ini, ikan mas, nila, lele dan patin bisa dipelihara secara massal dalam jangka waktu singkat. Pola pemeliharaan empat ikan konsumsi ini, tidak bisa diterapkan untuk gurami. Sebab gurami menghendaki kolam yang tenang, meskipun airnya harus terus mengalir. Inilah antara lain yang menjadi penyebab mahalnya ikan gurami jika dibanding dengan lele, mas, nila dan patin.

Dengan adanya kemajuan teknologi pakan, maka pembesaran burayak (anak ikan di bawah 1 cm) sampai menjadi kebul (3 cm.) dan putihan (5 cm.) bisa dipersingkat hanya sekitar 3 bulan. Kemudian di kolam pembesaran, gurami konsumsi bobot 0,5 kg. bisa diperoleh dalam jangka waktu 5 bulan. Namun harga gurami masih tetap lebih mahal duakali lipat harga ikan mas. Sebab untuk memperoleh bobot yang sama, pembesaran ikan mas hanya memerlukan waktu paling lama 3 bulan. Selain itu produksi benih ikan mas juga bisa dilakukan secara massal, dengan biaya yang lebih murah.

Konsumen gurami memang agak beda dengan ikan mas, lele, nila dan patin. Empat ikan konsumsi air tawar ini mudah dijumpai di pasar becek sampai warung di dalam gang dan tukang sayur keliling. Sementara gurami hanya bisa diperoleh di pasar swalayan tertentu yang menampungnya pada akuarium besar dalam keadaan hidup. Sebenarnya, penjualan ikan dalam keadaan hidup, sudah menjalar sampai ke pasar becek. Namun perlakuan ini baru diterapkan pada ikan mas dan lele. Nila dan patin masih dipasarkan dalam kondisi mati. Sementara gurami, baik hidup maupun mati, tidak pernah bisa dijumpai di pasar becek. Konsumen gurami paling banyak adalah restoran dan hotel berbintang. Di sini gurami mendapat saingan utama ikan kakap tangkapan dari laut. Namun menu gurami goreng tidak mungkin tergantikan oleh kakap goreng. Sementara gurami asam manis masih dimungkinkan untuk tersaingi kakap asam manis. Konsumen gurami yang sangat spesifik ini (pengunjung hotel dan restoran, bukan rumah-tangga), antara lain juga disebabkan oleh produksi yang juga spesifik dan tidak mungkin dimassalkan serta dipacu, seperti halnya ikan mas dan lele.

Percepatan pertumbuhan gurami karena diberi pakan pelet, juga berdampak ke kualitas dagingnya. Gurami yang 100% diberi pakan pelet, dengan padat penebaran tinggi, akan menghasilkan daging yang lembek karena kadar airnya tinggi. Daging gurami demikian, jika digoreng akan susut banyak. Irisan melintang di tubuhnya akan merenggang setelah digoreng, hingga tampak tulang-tulangnya. Beda dengan gurami yang diberi pakan daun sente. Hal serupa juga terjadi pada ayam dan sapi potong. Kualitas daging ayam kampung yang dibesarkan secara alami selama 6 bulan untuk mencapai bobot 1 kg, tentu berbeda dengan daging ayam broiler dengan bobot sama yang cukup dibesarkan dalam jangka waktu 1 bulan. Peningkatan bobot hidup sapi potong unggul (impor) yang di atas 1 kg. per hari, akan mengakibatkan kualitas dagingnya tidak sepadat daging sapi lokal yang peningkatan bobot hidupnya hanya 0,5 kg. per hari. Hingga restoran padang, hanya akan menggunakan daging sapi lokal untuk rendang dan dendengnya.

Itulah sebabnya pola pembesaran gurami yang dilakukan peternak, menggunakan pola semi intensif. Pembesaran burayak menjadi kebul dan putihan, dilakukan 100% intensif. Namun dari putihan menjadi gurami konsumsi, peternak memeliharanya dalam kolam biasa dengan pakan kombinasi antara pelet dan daun sente. Pola pemeliharaan demikian, mampu mempercepat pertumbuhan gurami dari 1 tahun (dari putihan ke bobot 0,5 kg), hingga menjadi 6 bulan. Sebenarnya, dengan pemeliharaan 100% intensif, waktu panen bisa dipersingkat lagi menjadi hanya 4 bulan. Namun mutu dagingnya menjadi sangat menurun. Dengan tetap diberi pakan daun sente, pertumbuhan gurami memang masih lambat. Tetapi penurunan kualitas dagingnya tidak terlalu drastis. Gurami semi intensif inilah yang selama ini telah agak memassalkan pangsa pasarnya. Kalau dulu ikan elite ini hanya bisa dikonsumsi kalangan yang juga sangat elite, sekarang kalangan menengah pun bisa pula ikut menikmatinya. Meskipun tidak sesering ikan mas, nila, lele dan patin yang telah benar-benar menjadi menu rakyat.

Sumber Literatur : http://foragri.blogsome.com

Tags :



Artikel Terkait :



One Response so far

  1. ikan gurame memang paling enak dagingnya kang

Leave a Reply